PENDAHULUAN
a.
Sejarah Matcha
Pada
tahun 3000 SM sudah sejak lebih dari 5000 tahun lalu masyarakat China menikmati
dan mengambil manfaat dari teh hijau. Saat itu masih merupakan teh hijau biasa
yaitu teh yang dibuat dari daun teh dan diseduh menggunakan air panas. Kemudian
pada masa Dinasti Tang (618-907 M) terciptalah asal mula varian teh hijau
seperti yang dikenal oleh masyarakat luas sekarang—Matcha. Matcha adalah
teh hijau yang dibuat dari daun teh jenis Tencha, daun tersebut
dikeringkan lalu digiling dengan alat penggiling dari batu sampai berbentuk
serbuk kemudian dinikmati dengan cara diseduh dengan air panas dan ditambahkan
sedikit garam. Tujuan dibentuk serbuk adalah untuk memudahkan saat penyimpanan.
Perkembangannya
pun berlanjut pada masa Dinasti Song (960-1279 M). Pada masa tersebut
dipopulerkanlah cara menikmati teh hijau dengan cara disajikan pada mangkuk
kecil (cawan) dan diaduk dengan pengaduk dari bambu. Kemudian pada tahun
1103 M, pendeta Buddha Zen membuat metode penyajian teh hijau sebagai upacara
ritual.
b.
Perkembangan Matcha di Jepang
Perkembangan
Matcha di Jepang dimulai pada tahun 1191 M, yakni ketika seorang pendeta
Buddha Zen bernama Eisai datang dari China untuk menyebarkan ajaran Zen di
Jepang. Eisai pun turut mengenalkan upacara ritual teh hijau—Sado kepada
para pengikutnya di Jepang. Upacara Sado adalah upacara ritual penjamuan
khusus bagi tamu kehormatan. Dan lambat
laun pada rentang waktu tahun 1300 – 1500, Matcha menjadi bagian dari
budaya Elite di Jepang dikarenakan pada masa itu yang dapat menikmatinya
hanyalah para tamu dari kalangan bangsawan, samurai dan orang penting lainnya.
Tidak diketahui secara pasti kapan matcha
mulai digunakan sebagai campuran rasa pada
makanan di Jepang. Namun dalam catatan
sejarah, pada masa Meiji (1868-1912) Mount
Fuji-shaped green tea ice (Uji Kintoki (治金時)) merupakan salah satu menu pada setiap pesta makan malam di istana Kaisar Jepang. Meskipun begitu, asal usul
hidangan ini tidak
diketahui.
Sejak saat itu mulai bermunculan beragam kuliner
dengan varian rasa Matcha, seperti pada mochi, es krim, kue-kue
tradisonal Jepang dan beragam kuliner lainnya. Hingga saat ini kuliner Matcha telah menjadi sebuah icon
bagi Jepang di mata orang asing.
c.
Perkembangan Matcha di Indonesia
Berbagai kuliner dengan rasa matcha sedang menjadi tren di
Indonesia. Mulai dari es krim, minuman, kue kering dan banyak lagi. Tren ini diperkirakan sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu,
diiringi dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan internet. Karena itulah
kebanyakan
penyukanya adalah kalangan anak muda yang aktif bermain media sosial dan selalu
update dengan hal-hal yang sedang menjadi mode saat ini. Pada umumnya
masyarakat Indonesia hanya mengetahui teh hijau sebagai minuman.
Beberapa penjual kuliner khas Indonesia pun sudah memasukkan campuran bubuk matcha ke dalam masakannya agar
menarik bagi para kaum muda. Misalnya martabak, kue cubit, kue balok, roti
bakar, tempe, mie ayam dan nasi goreng. Namun, kebanyakan kuliner matcha di Indonesia hanya memakai perisa green tea
dan bukan menggunakan bubuk matcha asli, hal ini disebabkan oleh faktor
harga pasaran makanan di Indonesia yang tidak bisa terlalu mahal. Sedangkan
bubuk matcha asli memiliki harga tinggi.
Dengan semakin maraknya sistem belanja online, orang Indonesia sudah
dapat dengan mudah membeli serbuk matcha dan mencampurnya sendiri. Selain itu
produk cemilan dengan rasa Matcha pun sudah tersedia di minimarket dan
supermarket lokal seperti Alfamart, Indomaret, Giant, Carrefour, sehingga orang
Indonesia sudah tidak perlu lagi membelinya secara khusus di supermarket barang
impor.
TEORI
a.
Definisi
Budaya Populer
Untuk
membahas pengertian “budaya populer” ada baiknya kita pahami dulu tentang kata
“budaya”, dan selanjutnya tentang “pop”. Selanjutnya untuk mendefinisikan
budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu ”budaya” dan
”populer”. Pertama, budaya dapat digunakan untuk mengacu pada suatu proses
umumperkembangan intelektual, spiritual, dan estetis (Williams, 1983: 90).
Kedua, budaya berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat , periode, atau
kelompok tertentu. Ketiga, Williams mengatakan bahwa budaya pun bisa merujuk
pada ”karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik.
Penulis memakai definisi pertama Williams untuk budaya pop.
Sedangkan
kata ”pop” diambil dari kata ”populer”. Terhadap istilah ini Williams
memberikan empat makna yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja
rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang
memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri (Williams, 1983: 237). Kemudian
untuk mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu
”budaya” dan ”populer”.
b.
Definisi
Soft Power
Soft power adalah salah satu konsep yang
diusung oleh Joseph S. Nye. Soft power adalahsebuah istilah yang mulai
banyak digunakan untuk
mengartikan atau menjelaskan sebuah proses relasi dan realisasi
kekuasaan. Makna soft power sendiri dapat dilihat dari istilah ‘soft’ yang berarti
‘lunak’ atau ‘halus’ dan ‘power ’, yakni suatu kemampuan
untuk melakukan segala
sesuatu dan mengontrol pihak lain, untuk membuatnya melakukan sesuatu yang belum tentu
ingin mereka lakukan ( “an ability to do things and control others, to get others to
do what they otherwise would not” ). Sehingga, soft power dapat
didefinisikan sebagai sebuah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi
perilaku negara lain dengan cara persuasif daripada dengan koersi atau maupun imbalan.
ANALISIS
A.
Analisis
Kuliner Matcha di Jepang Menggunakan Konsep Williams
1.
Disukai
Banyak Orang
Matcha merupakan salah satu dari
tiga varian rasa tradisional di Jepang, selain Azuki dan Japan sweet
potato. Pada sebuah survey di tahun 2013 yang diadakan oleh Asosiasi
Pecinta Es Krim Jepang, rasa matcha menduduki peringkat ke dua sebagai
Rasa Es Krim Favorit di Jepang. Survey tersebut diikuti oleh 4.928 pria dan
wanita dari berbagai usia. Dari hasil tersebut pun terdapat rincian presentase
usia penyuka rasa tersebut, hasilnya sebesar 50% penyuka rasa matcha berusia
manula (60 tahun ke atas), lalu 40% berusia 30 tahun ke bawah dan sisanya
adalah usia 40-50 tahun.
Selain pada survey rasa Es Krim, Matcha
juga menduduki peringkat ke 8 pada survey Rasa Coklat Favorit di Jepang.
Survey tersebut diadakan oleh website rankingshare.jp dan diikuti oleh 500
orang pemuda Jepang.
2.
Jenis
Kerja Rendahan (Mudah Ditemukan)
Tentu saja sangat mudah menemukan berbagai kuliner matcha di Jepang. Dari mulai es
krim di kedai pinggir jalan, snack dengan varian rasa matcha di conbini,
sampai Matcha Latte di kafe mahal. Selain itu, berbeda dengan varian
rasa khas Jepang lainnya, kuliner Matcha dapat ditemukan sepanjang tahun
di Jepang karena tidak memerlukan musim khusus.
3.
Dibuat
Untuk Menyenangkan Orang Lain
Sudah sejak lama matcha diketahui
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Pendeta Buddha Zen menikmati matcha dengan
tujuan menjaga dirinya tetap terjaga selama proses meditasi dan membersihkan
diri dari zat-zat berbahaya dalam tubuh. Pada saat ini pun ada 3 manfaat matcha
yang terkenal yakni sebagai penyemangat tubuh karena kandungan kaffeinnya
yang tinggi namun tidak berbahaya seperti kopi, lalu sebagai pembakar lemak
dalam tubuh dan sebagai anti oksidan.
Hal yang unik terjadi pada bulan
Juli 2016, sebuah perusahaan pembuat teh hijau yang telah berdiri sejak 155
tahun lalu, Tsujiri Corp, mengadakan kampanye diskon harga es krim matcha bagi para peserta pemilu Jepang. Kampanye
tersebut diselenggarakan selama dua minggu untuk mendukung para pemuda usia
18-19 tahun yang baru pertama kali mengikuti pemilu. Tsujiri Corp. Memberikan
potongan harga sebesar 100 yen untuk mereka yang menunjukan formulir tanda
sudah mengikuti pemilu. Dan hal ini mendapatkan respon yang baik dari
masyarakat Jepang.
4.
Dibuat
Untuk Menyenangkan Diri Sendiri
Kuliner matcha biasanya
memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan varian rasa lainnya. Matcha
Latte di Jepang memiliki kisaran harga antara 560 – 780 yen per gelas. Sedangkan
untuk Green Tea Cake 300 – 500 yen. Dan untuk Matcha Ice Cream 200
– 300 yen. Harga tersebut bergantung pada kualitas Matcha yang digunakan
sebagai bahan campurannya.
B. Analisis Kuliner Matcha di
Indonesia Menggunakan Konsep Williams
1.
Disukai
Banyak Orang
Munculnya menu-menu dengan rasa matcha saat
ini, dikarenakan antusiasme para konsumen pada rasa matcha. Para
pengusaha kuliner menargetkan penjualan produk dengan varian rasa Matcha
pada pembeli usia 15 – 30 tahun. Berbeda dengan di Jepang, penyuka rasa matcha
di Indonesia berasal dari kalangan muda karena pengaruh dari televisi dan internet. Dan, saat ini penyebaran kuliner matcha
masih terbatas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.
2.
Jenis
Kerja Rendahan (Mudah Ditemukan)
Dimulai dari stick biscuit rasa green
tea dari Pocky, permen green tea dari UHA, Green Tea Latte
dari Allure dan juga Nu Green Tea, dan baru-baru ini di Indomaret dan Alfamart
juga sudah tersedia Kit-Kat green tea yang sudah berlabel halal, masyarakat
Indonesia tidak perlu lagi harus ke minimarket barang impor untuk membeli
produk rasa matcha.
Selain produk-produk kemasan seperti di atas, dapat ditemukan juga
pedagang kue cubit green tea dan martabak green tea di pinggir
jalan. Salah satu produsen keripik tempe dengan merk dagang ‘Buluk Lupa’
membuat inovasi rasa tempe green tea. Dan di Bandung ada sebuah restoran
yang memiliki menu mie goreng green tea dan mie ayam green tea. Hal
ini menunjukkan kemudahan bagi masyarakat Indonesia memperoleh kuliner matcha.
3.
Dibuat
Untuk Menyenangkan Orang Lain
Selain karena rasanya yang unik, alasan
banyak orang Indonesia menyukai kuliner matcha adalah karena semua yang
serba green tea, umumnya menarik untuk generasi sosial media dan Instagram. Ada
kebanggaan tersendiri bagi mereka yang dapat mengunggah foto, blog kuliner atau
status di Facebook dengan makanan-makanan dengan matcha. Karena itu para
pengusaha kuliner berlomba-lomba menciptakan tampilan yang menarik untuk
kuliner matcha.
4.
Dibuat
Untuk Menyenangkan Diri Sendiri
Baik di Jepang maupun Indonesia, biasanya
makanan yang mengandung unsur matcha memiliki harga yang sedikit lebih
mahal dengan makanan dengan rasa yang biasa. Hal ini dikarenakan pedagang
merasa produk mereka memiliki nilai tambah dengan keunikan dari rasa matcha
itu sendiri. Sebagai contoh, kue cubit dengan rasa original satu loyang dipatok
haga Rp 8000, sedangkan kue cubit green tea satu loyang berharga Rp
12000. Namun harga tersebut tidak menjadi masalah bagi para pembeli dan kuliner
matcha di Indonesia tidak berkurang di Indonesia justru semakin
bertambah.
C.
Analisis
Kuliner Matcha di Jepang Menggunakan Soft Power
Dalam tulisan ini penulis
menggunakan konsep soft power untuk menganalisis kuliner matcha di
Jepang. Produsen kuliner rasa matcha di Jepang sebagai pemberi pesan, Penikmat
kuliner rasa matcha di Jepang sebagai penerima pesan. Lalu isi Pesannya adalah meskipun matcha
adalah rasa tradisional Jepang, namun tidak ketinggalan zaman. Pesan tersebut
disampaikan dengan cara menghilangkan imej kuno dari matcha dan
memperbanyak varian menu dengan matcha. Sebagai contoh, tidak hanya pada
mocha namun matcha juga digunakan pada cheese cake yang
dijual di kafe, sehingga kaum muda pun mulai menyukai kuliner matcha juga.
D.
Analisis
Kuliner Matcha di Indonesia Menggunakan Soft Power
Sedangkan di Indonesia pemberi pesan adalah produsen kuliner
rasa matcha di Indonesia dan penerima pesan adalah penikmat kuliner rasa matcha di
Indonesia. Isi pesan yang disampaikan adalah makanan dengan rasa matcha selain
menyehatkan, juga membuatmu terlihat keren dan tidak ketinggalan zaman karena matcha
adalah icon Jepang. Cara Penyampaian dengan membuat tampilan menu
dengan matcha semenarik mungkin dan memperbanyak iklan di sosial media.
Contohnya adalah varian menu baru Mc Donald di Indonesia ‘Cita Rasa Spesial
dari Negeri Jepang’ yang diantaranya terdiri dari Matcha Oreo Mc Flurry dan
Beef Teriyaki Burger.
PENUTUP
Dari hasil analisis di atas dapat
dilihat bahwa kuliner matcha di Jepang sudah menjadi budaya populer dan
kuliner matcha di Indonesia sedang mulai menjadi budaya populer. Persamaan
yang dapat dilihat di Jepang dan Indonesia adalah produsen kuliner dengan rasa matcha di Jepang dan Indonesia, sama-sama menjual nilai kekinian
dari produk dengan rasa matcha karena memiliki tampilan yang menarik
untuk dilihat. Dan harga kuliner matcha lebih mahal dibandingkan dengan
varian rasa lainnya.
Sedangkan
untuk perbedaan di Jepang dan Indonesia, di Jepang umumnya varian matcha
digunakan pada makanan ringan dan manis, sedangkan para pengusaha kuliner di
Indonesia berinovasi matcha pada makanan asin dan berat seperti tempe,
mie ayam dan nasi goreng. Lalu usia penyuka matcha di Jepang kebanyakan
adalah kaum manula dikarenakan matcha adalah rasa tradisional Jepang dan
saat ini mulai dibuat produk matcha yang lebih manis untuk ditargetkan pada kaum muda
dan turis asing yangberkunjung ke Jepang. Sedangkan di Indonesia penikmat
kuliner matcha adalah kaum muda yang aktif bermain sosial media dan
internet. Kuliner matcha di Indonesia terasa lebih ringan dibandingkan
di Jepang karena di Indonesia kebanyakan memakai perisa dan bukan bubuk asli matcha.
Daerah
penghasil matcha yang terkenal di Jepang adalah Uji, Kyoto. Di Indonesia
pun kabarnya matcha sudah diproduksi di daerah Bandung dan Malang.
DAFTAR
PUSTAKA
Williams,
Raymond, (1983) Keyword, London: Fontana.
Schilling Mark, (1997) Encyclopedia of
Japanese Pop Culture, Newyork: Weatherkill
www.rankingshare.jp
https://news.nifty.com/article/item/neta/12225-130724002616/
https://gakumado.mynavi.jp/freshers/articles/12391
www.breakawaymatcha.com/story-of-matcha/
en.rocketnews24.com/2016/06/28/matcha-ice-cream-used-to-encourage-young-people-to-vote-in-upcoming-japanese-election/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar