1.
PENDAHULUAN
Manusia sebagai
mahluk sosial tentunya memerlukan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Sedari
dulu, manusia sebagai mahluk sosial hidup dalam kelompok-kelompok. Kelompok
tersebut dibagi dalam dua jenis, ada kelompok besar dan kelompok kecil.
Masyarakat
Jepang mengenal dua istilah kelompok manusia dalam kehidupannya, yakni Uchi dan
Soto. Uchi dapat didefinisikan sebagai (1) bagian dalam, (2) rumah
saya, (3) kelompok saya, dan (4) istri saya atau suami saya. Sebaliknya, Soto berarti (1)
bagian luar, (2) luar ruangan, (3) kelompok lain, dan (4) di luar rumah.
Meskipun hal
seperti ini terlihat biasa saja di mata masyarakat luas, namun bagi orang
Jepang, kedua istilah ini memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana
cara bersikap. Cara berperilaku orang Jepang bergantung pada situasi dimana ia
berada. Maksudnya adalah, perilaku seseorang tergantung dari situasi apakah dia
sedang berada dalam kelompoknya (uchi) atau ia sedang berada di luar
kelompoknya (soto).
Selain cara
bersikap dan berperilaku, penggunaan bahasa pun (formal atau informal) juga
melihat situasi dalam kelompok manakah seorang individu sedang berada. Orang
Jepang akan menggunakan bahasa yang sopan dan terkesan menutupi perasaan atau
maksud sebenarnya dari perkataannya saat sedang berada di luar kelompoknya. Dan
sebaliknya, orang Jepang akan merasa bebas mengungkapkan perasaanya saat sedang
berada di sekitar kelompoknya sendiri.
Contohnya, saat
seorang mahasiswa ditanya oleh dosennya tentang proses penulisan skripsinya,
mahasiswa itu tidak akan berkata “sudah selesai” atau ”belum selesai”, biasanya
mahasiswa itu akan memberikan jawaban yang terkesan ‘menggantung’. Namun saat
ia ditanya oleh temannya, maka ia akan dapat dengan leluasa mengatakan “belum”
atau “sudah selesai”.
Tentu saja
masyarakat Jepang terkenal dengan keformalan, kekakuan dan kesopanan dalam cara
berbahasanya. Karena itulah dalam bahasa Jepang terdapat Sonkei-go yang
biasanya digunakan oleh bawahan saat berbicara kepada atasannya.
Perbedaan
kontras antara perilaku di dalam Uchi
dan Soto sudah hampir tidak terlihat lagi saat ini di Jepang.
Oleh karena itu melalui tulisan ini, Penulis merasa tertarik untuk mencoba
mencari nilai konsep Uchi-Soto pada kehidupan seorang Himono Onna
yang terdapat di dalam drama Hotaru No Hikari (Glow of
a Fireflies).
Dalam pembuatan tulisan ini, penulis menggunakan metode kajian
kepustakaan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, sedangkan
pada saat mengkaji data, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu
membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikasikan data serta
memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data-data tersebut,
kemudian menganalisis data-data yang telah diperoleh.
2.
PEMBAHASAN
Secara harfiah, Himono berarti ikan
kering (dried fish), dan Onna berarti wanita. Himono Onna bila
diartikan secara langsung menjadi “Wanita Ikan Kering”. Himono Onna adalah seorang wanita, biasanya berumur di akhir 20
tahunan atau lebih tua yang telah menyerah pada hubungan cinta dan seks. (http://urbandictionary.com/define.php?term=himono-onna/ )
Istilah Himono Onna berasal dari serial drama “Hotaru no Hikari” yang kisahnya diangkat dari serial Manga yang berjudul sama.
Serial drama ini ditayangkan di Jepang pada Juli 2007 (season 1) dan Juli 2010 (season 2). Oleh karena itu
istilah ini pun telah digunakan oleh masyarakat
Jepang sejak tahun 2007.
Himono Onna digambarkan
sebagai sosok wanita Jepang yang memiliki dua kepribadian. Saat di luar rumah
(di kantor atau saat sedang berjalan-jalan) ia dikenal sebagai wanita yang
rapi, cantik dan menarik, tetapi saat di rumahnya sendiri semua penilaian itu
akan hilang. (http://japanesestation.com/inilah-fenomena-himono-onna-wanita-ikan-kering-di-jepang/ )
Dia akan berubah menjadi wanita yang berantakan, tidak
memperhatikan penampilan, rambut diikat asal, memakai celana training
dan hanya tidur-tiduran sambil ngemil di depan televisi. Begitu jam pulang kerja, Himono
Onna akan langsung pulang ke rumahnya dan tidak hang-out bersama
teman-temannya atau mencoba kencan buta seperti para wanita seusianya. Saat di rumah, wanita Jepang ini juga tidak
membereskan tempat tinggalnya. Ia hanya akan makan snack dan minum beer
sambil tiduran di depan televisi.
2.1
Sinopsis
Drama Hotaru No Hikari
Tokoh utama dalam drama Hotaru No Hikari adalah seorang
gadis berusia 29 tahun yang bernama Amemiya Hotaru. Amemiya dikenal sebagai
seorang gadis yang cantik, menarik, ramah dan cekatan di kalangan rekan-rekan
kantornya. Ia tinggal sendiri di sebuah rumah yang ia sewa dari seorang
kakek-kakek di kota. Amemiya baru beberapa bulan menjadi seorang karyawan tetap
di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang interior design.
Di tempatnya bekerja, Amemiya selalu berpakaian rapi dan memakai make
up meskipun tidak tebal. Ia juga berhasil membuat seorang karyawan baru,
Teshima Makoto, jatuh cinta padanya hanya pada pertemuan pertama. Namun,
dibalik itu semua sosok Amemiya di luar rumah dan di dalam rumahnya sangatlah berbeda.
Begitu pulang ke rumah, Amemiya akan mengganti pakaian bekerjanya
dengan kaus belel dan celana training kebesaran serta mengikat satu
rambutnya di atas kepala. Lalu ia akan bersantai, bermalas-malasan sambil makan
snack dan minum beer
kalengan. Rumahnya pun jauh dari kata bersih dan rapi. Semua barang tergeletak
begitu saja tanpa diatur dan debu tebal dimana-mana.
Selain cara berpakaian, cara berbicara pun akan berubah. Di
rumahnya, ia senang berbicara sendiri ataupun mengajak kucingnya berbicara dan
menggunakan ‘bahasa bayi’ (gaya bahasa yang dibuat imut contohnya menyebut “susu”
menjadi “cucu”). Amemiya benar-benar menjadi sosok orang lain ketika di rumah.
Dan Amemiya pun telah memutuskan bahwa ia tidak akan jatuh cinta pada sosok
pria manapun karena ia tidak percaya pada cinta.
Suatu hari saat Amemiya sedang menikmati tidurnya di hari libur,
ada seorang pria yang masuk ke rumahnya tanpa permisi. Dan ternyata pria itu
adalah Takano Seiichi, Buchou (manajer) di kantornya. Takano terpaksa
pergi dari apartemen mewahnya karena sedang bertengkar hebat dengan istrinya,
lalu ia memutuskan untuk tinggal di rumah orangtuanya yang tanpa ia ketahui
ternyata telah ditinggali oleh Amemiya.
Pada awalnya Takano sangat bingung dengan perbedaan kontras sosok
Amemiya saat di kantor dan di rumah. Ia juga memaksa Amemiya untuk mencari
tempat tinggal lain karena ia ingin tinggal sendiri di sana. Namun lama
kelamaan ia bisa memaklumi gaya hidup Amemiya dan mereka tinggal bersama di
bawah satu atap.
Istilah Himono Onna adalah ungkapan yang diberikan oleh sang
Buchou kepada Amemiya. Pada episode 1 season 1 drama Hotaru no
Hikari, saat Takano memutuskan untuk tinggal bersama Amemiya, Takano
mengatakan bahwa Amemiya adalah seorang Himono Onna. Berikut dialognya;
Takano : “Ayo tinggal bersama”
Amemiya : “Eh?”
Takano : “Aku sudah memutuskan kau boleh
tinggal disini”
Amemiya :
“Buchou.... Tapi kau bilang kau tidak bisa
Tinggal dengan wanita selain istrimu”
Takano : “Aku sudah memutuskan kau bisa
tinggal
bersamaku, karena kau bukan wanita. Ya! Kau
bukan wanita, melainkan Himono Onna”
Amemiya : “He? Himono Onna?” (dengan
nada terkejut)
Takano : “Hidupmu sangat berantakan, tidak
Memperhatikan penampilan, tidak memiliki
keanggunan sedikit pun, setiap saat hanya
minum Beer. Kau juga sudah pasrah
dengan kehidupan asmaramu meskipun kau
masih muda. Hidupmu sudah kering (dry)
sebagai wanita, seperti Himono”
2.2
Analisis
Konsep Uchi-Soto dalam Drama
Tokoh Amemiya merupakan karyawan bawahan dari Takano Seiichi yang
merupakan manajer di perusahaan tempatnya bekerja. Meskipun mereka telah
tinggal bersama di bawah satu atap, namun saat di kantor mereka tetap
menggunakan bahasa formal saat bertemu dan berbicara. Amemiya juga menampilkan
sikap hormat kepada atasannya tersebut di dalam kantor.
Berbeda saat di rumah, Amemiya sudah menganggap Takano, manajernya,
sebagai bagian dari uchi-nya. Ini dapat terlihat dengan sikapnya yang
tidak menutup-nutupi gaya hidup aslinya kepada sang manajer dengan tetap
mengenakan pakaian ‘kebangsaanya’ yaitu kaus belel dan celana training
kebesarannya dan tetap mengikat rambutnya asal-asalan. Selain itu Amemiya pun
tidak malu-malu kepada sang manajer dan menceritakan semua keluh kesahnya dan
berbagi cerita masa kecilnya kepada Takano.
Dari segi pemakaian bahasa, saat di kantor Amemiya menggunakan
bahasa formal kepada Takano. Sedangkan saat di rumah, Amemiya menggunakan
bahasa informal dan menganggap Takano seperti teman sebayanya. Tak jarang
Amemiya kembali menggunakan ‘bahasa bayi’nya saat menjawab perkataan-perkataan
Takano.
Berikut contoh kata-kata yang diucapkan oleh Amemiya kepada Takano.
Takano : “Apa di rumah ini
tidak ada cangkir?”
Amemiya : “Ha’i, arinsu*!”
*arinsu adalah bentuk variasi dari arimasu yang
digunakan oleh kalangan wanita prostitusi di distrik Yoshiwara pada zaman Edo.
Saat Amemiya akan makan malam bersama Takano di rumah, ia
mengucapkan “Itadakimamboo**!”.
** Penulis merasa Amemiya memainkan kata Itadakimasu disini.
Dan saat Amemiya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Takano saat di
rumah iya kembali memainkan kata seperti “Ha’i” menjadi “Ha’i-yo!”
3.
KESIMPULAN
Dalam drama Hotaru
No Hikari ini, ada sebuah fenomena yang muncul di Jepang, yaitu Himono
Onna. Himono Onna adalah seorang wanita, biasanya berumur di akhir 20 tahunan
atau lebih tua yang telah menyerah pada hubungan cinta dan seks.
Himono Onna digambarkan sebagai sosok wanita Jepang yang memiliki dua
kepribadian. Saat di luar rumah (di kantor atau saat sedang berjalan-jalan) ia
dikenal sebagai wanita yang rapi, cantik dan menarik, tetapi saat di rumahnya
sendiri semua penilaian itu akan hilang.
Dalam cerita
drama ini, Amemiya yang merupakan seorang Office Lady dan merupakan
karyawan bawahan dari sang manajer, Takano Seichii, terpaksa tinggal bersama di
bawah satu atap karena suatu insiden.
Saat berada di
luar rumah (soto) Amemiya akan bersikap hormat, sopan dan menggunakan
bahasa formal saat berbicara dengan sang manajer. Namun saat di rumahnya (uchi)
Amemiya akan bersikap semaunya, mengekspresikan perasaannya dengan bebas dan
bahkan menggunakan bahasa informal yang terkadang aneh kepada Takano. Semua itu
dilakukan Amemiya karena Takano adalah bagian dari uchi-nya.
Menurut
pendapat saya, fenomena ini dapat terjadi di Jepang karena para wanita mendapat
tuntutan yang cukup kuat dari lingkungan di sekitarnya. Para wanita memiliki tekanan
untuk selalu tampil cantik, langsing dan menarik, sedangkan pekerjaan mereka di
kantor pun telah membuat stress. Karena hal itulah mereka melampiaskannya di
rumah dengan bersikap semaunya.
Himono onna berbeda dengan Parasito Singguru (Parasite Single) , karena
biasanya para wanita ini tinggal sendiri di kota dan jauh dari orangtua
sehingga mereka bebas melakukan semuanya sendiri.
4.
DAFTAR
PUSTAKA
Davies and Ikeno (2002) The Japanese Mind,
p. 217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar