Hai hai hai >,<
Ini postingan penting untuk kalian… ini adalah soal +
jawaban dari ujian tengah semester saya kemarin pada mata kuliah Pranata
Masyarakat Indonesia.
Soal
1.
August Comte, Carl Max, Emile
Durkheim, dan Max Weber adalah empat tokoh perintis sosiologi. Sebutkan
pendapat-pendapat penting mereka.
2. Ada empat agen dalam sosiologi.
Jelaskan keempat agen tersebut.
3. Dalam sosiologi ada istilah sosialisasi primer dan sekunder serta
pola-pola sosialisasi. Jelaskan istilah-istilah itu.
4. Teori-teori penyimpangan ada lima, diantaranya 1. Differential
association, 2. Labeling 3. Merton. Jelaskan ketiga teori tersebut.
5. Tipe-tipe kejahatan ternyata beragam. Jelaskan empat tipe kejahatan
menurut teori penyimpangan.
6. Menurut Marion Levy ada empat criteria yang perlu dipenuhi agar suatu
kelompok dapat disebut masyarakat. Jelaskan keempat hal tersebut.
7. Pokok pikiran interaksionisme simbolis ada tiga macam. Jelaskan
ketiga-tiganya.
8. Ketika beberapa anggota masyarakat melakukan penyimpangan, diperlukan
pengendalian sosial. Jelaskan mekanisme pengendalian sosial.
9. Sosiologi mengatur interaksi manusia, terutama dalam ruang, waktu, dan
gerak tubuh. Jelaskan hal itu.
10.
Tahap berjumpa dan berpisah dalam
kajian sosiologi merupakan hal penting. Dalam tahap ini ada yang disebut tahap
mendekatkan diri dan peregangan. Jelaskan kedua konsep tersebut.
JAWABAN
1.
AUGUSTE COMTE (1978 –
1857)
Auguste Comte sering dianggap
sebagai Bapak Sosiologi. Comte berpendapat bahwa sosiologi merupakan “Ratu
Ilmu-Ilmu Sosial”. Menurut comte ada
tiga tahap perkembangan intelektual, yaitu :
1.
Tahap Teologis yaitu dengan
kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh roh-roh dewa-dewa atau tuhan yang maha
kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya Dari faktor-faktoryang tidak
terduga timbulnya. Disaat ini manusia belum memikirkan tentang
kejadian di alam sekitarnya.
2. Tahap Metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada
akhirnya akan dapat diungkapan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh
cita-cita tanpa verifikasi, oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap
cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk
menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang
merupakan tugas ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau
tahap terakhir dari perkembangan manusia. Pada tahap ini
manusia mulai memikirkan kejadian alam di sekitarnya.
3.
Tahap Positif. Menurut Comte
dengan ilmu pengetahuan bersifat positif, apabila ilmu pengetahuan tersebut
memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkrit, tanpa ada
halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, maka ada
kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu
pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana
ilmu tadi dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Pada tahap ini manusia menggunakan penelitian dan bukti yang kuat untuk
meneliti kejadian di sekitarnya.
Comte juga membedakan antara
sosiologi statis dengan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis
yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi
sosial yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal balik dari sistem-sistem
sosial. Cita- cita dasar yang menjadi latar belakang sosiologi statis adalah
bahwa semua gejala sosial saling berkaitan, yang berarti bahwa percuma untik
mempelajari gejala sosial secara tersendiri. Unit sosial yang penting bukanlah
induvidu tetapi keluarga yang bagiannya terikat oleh simpati. Agar suatu
masyarakat berkembang maka simpati harus diganti dengan kooperasi, yang hanya
mungkin ada apabila terdapat pembagian kerja.
Sedangkan Sosiologi Dinamik meneropong
bagaimana lembaga-lembaga itu berkembang. Perkembangan
tersebut pada hakekatnya melewati tiga tahap yaitu, tahap teologis ialah
tingkatan pemikiran manusia bahwa semua benda didunia ini mempunyai jiwa, tahap
metafisis ialah tahap yang masih percaya kekuatan-kekuatan dan tahap positif
ialah tahap dimana manusia sudah berfikir secara ilmiah.
EMILE DURKHEIM
adalah tokoh yang sering disebut sebagai eksemplar dari
lahirnya teori fungsionalisme. Ia lebih
menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif. Durkheim terkenal sebagai sosiolog yang brilian dan memiliki latar
belakang akademis dalam ilmu sosiologis. Dalam usia 21 tahun ia masuk
pendidikan di Ecole Normale Superiure. Dalam waktu singkat ia membaca
Renouvier, Neo Kantian yang sangat dipengaruhi pemikiran Saint Simon dan August
Comte, dan bahkan melahap karya-karya Comte sendiri. Disertasinya TheDivision of Labor in
Society yang diterbitkan tahun 1893 memaparkan konsep-konsep evolusi
sejarah moral atau norma-norma tertib social, serta menempatkan krisis moral
yang hebat dalam masyarakat modern. Itu sebabnya, disertasi itu menjadi karya
klasik dalam tradisi sosiologi.
Dalam bidang metodologi menulis The Rule of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895. Tahun 1897 Durkheim menjadi guru besar di Bordeaux. Karya Durkheim lain yang berpengaruh dalam ilmu sosiologi adalah The Elementary Forms of Religious Life yang terbit tahun 1912. Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam bidang social keagamaan dan politik.
Selain itu Durkheim mengklasifikasikan sosiologi menjadi bagian-bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi hokum dan moral, sosiologi kejahatan dan statistika moral, sosiologi ekonomi, morfologi sosial, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika, teknologi, bahasa dan perang.
Dalam bidang metodologi menulis The Rule of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895. Tahun 1897 Durkheim menjadi guru besar di Bordeaux. Karya Durkheim lain yang berpengaruh dalam ilmu sosiologi adalah The Elementary Forms of Religious Life yang terbit tahun 1912. Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam bidang social keagamaan dan politik.
Selain itu Durkheim mengklasifikasikan sosiologi menjadi bagian-bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi hokum dan moral, sosiologi kejahatan dan statistika moral, sosiologi ekonomi, morfologi sosial, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika, teknologi, bahasa dan perang.
MAX WEBER
. Seperti Durkheim, Weber juga aktif menerbitkan jurnal
ilmu sosial di Jerman yaitu Archiv fur Sozialwissenschaften dan
menjadi editornya. Jurnal ini menjadi jurnal sosial yang terkemuka di Jerman.
Diantara sekian banyak karyanya yang ditulis, adalah antara lain :
1. Wirtschaft
und Gessellschaft (Economy and Society) 1920
2. Gessamelter
Aufsatze zur Religionssoziologie (diterjemahkan Ephraim Fischoff dengan judul
Sociology of Religion) 1921
3. The
Protestan Ethic and The Spiritof Capitalism 1904
4. The
Theory of Sosial and Economic Organization (terjemahan Talcott Parsons, 1947)
5. From
Max Weber; Essay in Sociology (terjemahan dan diedit H.H. Gerth and c. Wright
Mills, 1946)
Max Weber berpendapat bahwa
muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara
bersamaan dengan perkembangan sekte Kalvinisme dalam agama Protestan. Argumen
Weber adalah sebagai berikut: ajaran
kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur.
Sesuatu yang hanya bias dicapai dengan kerja keras.
Menurut Weber sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Usaha Weber untuk untuk
mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi banyak diikuti oleh
sejumlah besar ahli sosiologi masa kini.
KARL MARX
Dalam tulisan Karl Marx mengenai
sejarah perkembangan masyarakat, yaitu sejarah kemanusiaan yang
berubah dari satu formasi sosial ekonomi ke formasi yang lebih baru. Dimana
didalamnya terjadi lompatan lompatan yang cukup revolusioner, berikut ini tahap-tahap perkembangan sejarah kemanusiaan:
Pertama, masyarakat
komunal primitif yaitu tahap masyarakat yang memakai alat-alat bekerja yang
sifatnya sangat sederhana. Kedua, masyarakat
perbudakan (slavery), tercipta berkat hubungan produksi antara
orang-orang yang memiliki alat-alat produksi dengan orang yang hanya memiliki
tenaga kerja. Ketiga, masyarakat feodal tingkat perkembangan
masyarakat feodal bermula setelah runtuhnya masyarakat perbudakan. Masyarakat
baru ini ditandai dengan pertentangan yang muncul di dalamnya.Keempat, masyarakat kapitalis, seperti telah
disebutkan menghendaki kebebasan dalam mekanisme perekonomian. yang
kepentingannya saling bertentangan, kelas proletar dan kelas borjuis yang
mewakili kaum kapitalis pemilik alat produksi. Kelima, masyarakat sosialis
- yang dipahami sebagai formulasi terakhir
dari lima tahap perkembangan sejarah Marx, adalah
masyarakat dengan sistem pemilikan produksi yang disandarkan atas hak milik
sosial (social ownership). Hubungan produksi merupakan jalinan
kerjasama dan saling membantu dari kaum buruh yang berhasil melepaskan
diri dari eksploitasi. Perbedaan mendasar dengan tahap-tahap perkembangan
sejarah masyarakat sebelumnya adalah, dalam masyarakat sosialis alat-alat
produksi merupakan hasil olahan dari kebudayaan manusia yang lebih tinggi.
[sumber : http://febasfi.blogspot.com/2012/11/pokok-pokok-pemikiran-karl-marx.html , http://www.bisosial.com/2012/05/sumbangan-pemikiran-sosiologi-dari-max.html,
2.
Jacobs
dan Fuller (1973), mengidentifikasi empat agen utama sosialisasi, yaitu:
(1) Keluarga
Keluarga
merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi
manusia karena keluarga mempakan kelompok primer yang selalu tatap muka
diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan
anggota-anggotanya, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik
anak-anaknya sehingga menimbulkan hubungan emosional yang kuat dalam proses
sosialisasi dan adanya hubungan sosial yang tetap. Peran sosialisasi dalam
keluarga rnempunyai fungsi dominan dalam pembentukan keperibadian
anak 3 . Keluarga adalah ling bagi setiap lingkungan yang pertama dan
utama bagi setiap individu. Dalam hal ini peran orang tua :
Memberikan
pengawasan dan pengendalian yang sewajarnya dengan tujuan agar jiwa anak
tidak merasa tertekan.
Mendorong
agar anak bisa membedakan anatar perilaku yang baik dan buruk dan benar
salah serta pantas dan tidak pantas dilakukan.
Menjadi
teladan dan memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya.
(2) Kelompok Bermain / teman sebaya
Agen
sosialisasi bagi anak setelah keluarga adalah teman atau kelompok bermain yang
dalam istilah sosiologi disebut peer group. Kelopok bermain pada usia
anak--anak- meliputi teman-teman, tetangga, keluarga, dan kerabat
yang sebaya dengannya. Dalam kelompok ini seorang anak mulai belajar
aturan-aturan yang belum tentu sama dengan kebiasaan yang dilakukannya di dalam
kelaurga. la dituntut untuk menghargai hak orang lain, toleran
terhadap teman, serta memainkan suatu peran tertentu. Adapun peranan
positif kelompok bermain sebagai berikut :
Anak merasa
aman dan nyaman karena dianggap penting dalam kelompoknya..
Kelompok
persahabatan dapat mengembangkan sikap kemandirian remaja dengan baik
Remaja
dapat tempat yang baik untuk menyalurkan rasa kecewa, khawatir, takut,
gembira, dan sebagainya yang mungkin tidak didapatkan dirumah.
Remaja
dapat mengembangkan keterampilan sosial yang mungkin berguna bagikehidupannya
kelak melalui interaksi dalam kelompoknya.
Kelompok
persahabatan biasanya memiliki pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu
yang dapat mendorong remaja untuk bersikap lebih dewasa.
Setiap anggota kelompok
dapat mengembangkan keterampilan berorganisasi.
(3) Lembaga
pendidikan / Sekolah
Sekolah
merupakan salah satu agen sosialisasi di dalam sistem pendidikan formal.
Seseorang akan mempelajari hal-ahal yang baru yang belum pernah
dipelajarinya di dalam keluarga maupun kelompok bermain melalui sekolah.
Di lingkungan rumah, seorang anakmenghargai. Dalam lembaga pendidikan
sekolah seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain
yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian
(independence), prestasi (achievement), universalise, dan
kekhasan (specificity) bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan
berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus
dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Sekolah sebagai
agen sosialisasi dapat mempengaruhi perkembangan intelektual, disamping itu
juga mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Sekolah
sangat berperan untuk mengantarkan para pelajar agar menjadi dirinya sendiri
dengan baik. Untuk itu sekolah mengemban beberapa fungsi seperti:
a. Mengembangkan
potensi para pelajar agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan
dalam kehidupannya kelak.
b. Mewariskan
dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan yang telah terbina secara tradisional sehingga
akan tetap terjaga kelestariannya.
c. Membina
para pelajar untuk menjadi warga negara yang baik, berjiwa demokratis,
berwawasan kebangsaan.
d. Membina
para pelajar untuk menjadi manusia-manusia yang berjiwa religius, yakni manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah akan berhasil secara maksimal
apabila didukung oleh proses pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga dan
di masyarakat. Keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan tiga pusat
pendidikan atau dikenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan yang sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian seseorang.
(4) Peran media massa
Para
ilmuwan sosial telah banyak membuktikan bahwa pesan-pesan yang disampaikan melalui
media massa (televisi, radio, film, internet, surat kabar, makalah, buku, dst.)
memberikan
pengaruh bagi perkembangan diri seseorang, terutama anak-anak. Beberapa hasil
penelian menyatakan bahwa sebagaian besar waktu anak-anak dan remaja dihabiskan
untuk menonton televisi, bermain game online dan berkomunikasi melalui
internet, seperti yahoo messenger, google talk, friendster, facebook, dll.
Diakui
oleh banyak pihak bahwa media massa telah berperan dalam proses homogenisasi,
bahwa akhirnya masyarakat dari berbagai belahan dunia memiliki struktur dan
kecenderungan cara hidup yang sama.
[sumber : dikutip secara bebas dari tulisan Hasan
Mustafa dalam
3.
a. Sosialisasi Primer
Menurut
Peter L. Berger dan Luckman menyatakan bahwa sosialisasi primer adalah
sosialisasi pertama yang dijalani individu dari masa anak-anak (kecil) melalui
belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Proses sosialisasi
primer berlangsung pada anak berusia 1-5 tahun ketika anak tersebut belum
memasuki lingkungan pendidikan formal di sekolah. Pada tahap berlangsungnya
sosialisasi primer peran orang-orang terdekat anak menjadi sangat panting, hal
tersebut terjadi karena anak melakukan poly interaksi terbatas dalam komunitas
tersebut, sehingga warna kepribadian anak akan banyak ditentukan oleh warna
kepribadian dan interaksi yang terjalin antara si anak dengan orang-orang yang
terdekat. Sosialisasi primer bukan hanya sekedar proses awal berlangsungnya sosialisasi,
namun Iebih dari itu adalah dasar pembentukan karakter dan karakter anak.
b. Sosialisasi sekunder
sosialisasi
ini merupakan proses sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer dalam rangka
memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Terdapatnya dua bentuk sosialisasi sekunder yaitu :
a. Resosialisasi
yaitu proses sosialisasi di mana seseorang mendapat suatu
identitas
diri yang baru.
b. Desosialisasi
yaitu proses sosialisasi di mana seseorang mengalami pencabutan identitas diri
yang telah dimiliki.
Menurut
Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu
tempat tinggal dan tempat bekerja.
c. Pola-pola sosialisasi (pola-pola yang digunakan
dalam proses sosialisasi)
(1) Sosialisasi represif, menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah
penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada
kepatuhan anak pada orangtua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu
arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang
tua dan keinginan orangtua, dan peran keluarga sebagai significant other.
(2) Sosialisasi partisipatoris, merupakan pola di mana
anak diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan.
Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan, yang menjadi
pusat sosialisai adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized
other.
4.
a.Teori
differential association (Edwin H. Sutherland)
Teori penyimpangan yang bersumber
pada differential association –
pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses
belajar ini, seseorang mempelajari suatu deviant
subculture -- suatu subkebudayaan
menyimpang. Contoh yang diajukan Sutherland ialah proses menghisap ganja,
tetapi proses yang sama berlaku pula dalam mempelajari beraneka jenis perilaku
menyimpang lainnya.
b.Teori
Labelling (Edwin M. Lemert)
Teori penyimpangan yang mengatakan bahwa seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling -- pemberian julukan, cap, etiket, merk oleh masyarakat kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan (penyimpangan primer). Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut – misalnya pencurian – si penyimpang lalu diberi cap penipu. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya – melakukan penyimpangan sekunder – sehingga mulai menganut suatu gaya hidup yang menyimpang yang menghasilkan suatu karier menyimpang.
Teori penyimpangan yang mengatakan bahwa seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling -- pemberian julukan, cap, etiket, merk oleh masyarakat kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan (penyimpangan primer). Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut – misalnya pencurian – si penyimpang lalu diberi cap penipu. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya – melakukan penyimpangan sekunder – sehingga mulai menganut suatu gaya hidup yang menyimpang yang menghasilkan suatu karier menyimpang.
c. Teori Merton
Menurut argumen Merton struktur sosial tidak hanya
menghasilkan perilaku konformis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang;
struktur sosial menciptakan keadaan yang
menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial; menekan orang-orang tertentu ke
arah perilaku nonkonform.
Merton mengidentifikasi lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu, yaitu conformity, innovation, ritualism, retreatism, dan rebellion.
Merton mengidentifikasi lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu, yaitu conformity, innovation, ritualism, retreatism, dan rebellion.
·
Conformity : cara adaptasi
individu dalam mana perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat, dan
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.
·
Innovation : pola adaptasi dalam
mana perilaku individu mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat tetapi
memakai cara yang dilarang oleh masyarakat.
·
Ritualism : pola adpatasi di
mana perilaku individu telah
meninggalkan tujuan budaya namun masih tetap berpegang pada cara-cara yang
telah digariskan masyarakat.
·
Retreatism : pola adaptasi dalam
mana perilaku individu tidak mengikuti tujuan budaya dan juga tidak mengikuti
cara untuk meraih tujuan budaya.
·
Rebellion : pola adaptasi di mana
individu tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan
suatu struktur sosial yang lain.
5.
Light, Keller dan Calhoun (1989) membedakan
berbagai tipe kejahatan. Tipe – tipe yang mereka rinci ialah :
·
kejahatan tanpa korban (crimes without victims)
tidak semua kejahatan
mengakibatkan penderitaan pada korban sebagai akibat tindak pidana oleh orang
lain. Contohnya berjudi, mabuk-mabukkan dan hubungan seks diluar nikah.
·
kejahatan yang diorganisasi (organized crime)
komplotan
berkesinambungan untuk memperoleh uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari
hokum melalui penyebaran rasa takut atau korupsi.
·
kejahatan oleh orang terpandang
dan berstatus tinggi (white-collar crime)
kejahatan yang
dilakukan oleh orang terpandang atau orang berstatus tinggi dalam rangka
pekerjaannya. Contoh penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan, penipuan
melalui undian.
·
kejahatan yang dilakukan atas
nama perusahaan yaitu tindak pidana korporasi (corporate crime).
Kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi
formal dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Contohnya
tidak memberikan fasilitas kesehatan yang memadai untuk karyawan.
[sumber : http://blackkamjong.blogspot.com/2012/07/makalah-perilaku-menyimpang-sosiologi.html]
6.
Menurut Marion Levy diperlukan empat
kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut
sebagai masyarakat.
1.Ada sistem tindakan utama.
Misalnya sistem pemerintahan, atau bila di ruang
lingkup kecil berupa RT dan RW.
2.
Saling setia pada sistem tindakan utama.
Antara yang mengatur dan diatur hasil saling kompak
dan melengkapi, tidak membuat sistem sendiri.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
Maksudnya adalah hidup dari suatu kelompok itu lama,
dan tidak terpecah meskipun seseorang yang mengatur sudah tidak ada.
4. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.
4. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.
Maksud dari pernyataan tersebut adalah anggota
tersebut berkembang dan bereproduksi sehingga menghasilkan individu baru
sebagai penerus individu lama.
[sumber : http://okvrindbeldha.blogdetik.com/2011/11/17/masyarakat-perkotaan-dengan-masyarakat-pedesaan/
7.
Interaksi
sosial terjadi karena adanya sifat dasar manusia yang merupakan makhluk sosial
yang selalu ingin berhubungan dan didasari oleh kebutuhan manusia yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka
interaksi sosial ini terjadi.Dalam pendekatan interaksi sosial dapat terjadi
dengan beberapa cara salah satunya adalah pendekatan
interaksionisme simbolis.Pendekatan ini bersumber pada pemikiran Mead.
Symbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh
orang yang mempergunakannya. Makna atau nilai tersebut hanya dapat ditangkap
melalui cara-cara non-sensoris.
Menurut
Blumer pokok pikiran interaksionisme ada tiga: manusia bertindak terhadap
sesuatu atas dasar makna yang dipunyai sesuatu tersebut baginya, makna yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari hasil interaksi sosial antara
seseorang dengan sesamanya, dan makna diperlakukan atau diubah melalui suatu
proses penafsiran, yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang
dijumpainya.
8.
Pengendalian sosial
adalah suatu cara atau proses yang bersifat memdidik, mengarahkan,
mengajak bahkan kadang memaksa setiap warga masyarakat untuk mematuhi segala
aturan yang ada di masyarakat sehingga tercipta kondisi masyarakat yang aman,
tentram, dan damai.
Ada
sejumlah teknik yang lazim digunakan dalam pengendalian sosial diantaranya
yaitu:
1. Cemoohan
Cemoohan
atau ejekan dirasa sangat menyakitkan bagi orang yang
menerimanya, bahkan bisa lebih kejam dari hukum penjara. Cemoohan yang
dilakukan masyarakat dapat membuat orang yang melakukan penyimpangan
menyadari kesalahannya dan kembali mematuhi nilai dan norma yang berlaku.
2. Desas-desus
(gosip)
Gosip
atau desas-desus ini merupakan berita yang disebarkan secara cepat, baik
melalui media massa atau dari mulut ke mulut.Tujuan dari desas-desus adalah
membuat orang sadar akan perbuatan nya dan kembali mematuhi nilai dan norma
yang berlaku. Merupakan kabar
burung atau kabar angin yang kebenarannya sulit dipercaya, Namun dalam
masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi.
3. Teguran
Merupakan
peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Teguran dapat dilakukan dengan perkataan secara langsung atau tidak langsung melalui tulisan,
seseorang dapat menyadari kesalaha nya dan segera memperbaiki dirinya.
4. Intimidasi
Intimidasi,
yaitu cara paksaan atau menaut-nakuti. Intimidasi bisa dilakukan dengan ancaman
kejiwaan(psikologis) sehingga orang akan menjadi takut untuk melakukan
penyimpangan terhadap nilai dan norma yang berlaku.
5. Hukuman (punishment)
Adalah
sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran baik secara tertulis
maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh pengadilan. Sedangkan
pada lembaga non formal oleh lembaga Adat. Hukuman adalah bentuk pengendalian sosial yang berupa sanksi . Hukuman
di anggap sebagai alat pengendali sosial yang di anggap paling ampuh. Dengan
sanksi yang tegas berupa suatu penderitaan secara fisik maupun denda bagi
pelaku penyimpangan maka masyarakat akan mematuhi
nilai-nilai atau norma yang berlaku.
6. Pendidikan
Pendidikan
yang dilakukan dalam sekolah atau pun di luar sekolah merupakan salah satu cara
pengendalian sosial yang melembaga di masyarakat. Dengan
pendidikan, masyarakat di bimbing untu mematuhi norma-norma masyarakat sehingga
mereka tidak melakukan prilaku penyimpangan. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung
jawab dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsanya. Seseorang yang memiliki
prestasi tertentu di dunia pendidikan akan merasa segan serta enggan apabila
melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang.
7. Agama
Agama
adalah merupakan salah satu alat pengendalian sosial yang sangat ampuh. Agama
memberikan pedoman kepada stiap pemeluknya tentang perbuatan-perbuatan yang
diperbolehkan dan perbuatan yang menjadi larangan.Seseorang yang telah menanam
kan suatu keyakina kuat(iman) dalam agamannya dengan kuat (takwa), tidak akan
melakukan prilaku yang menyimpang. Merupakan
pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk
agama, seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan.
8. Kekerasan
fisik
Kekerasan
Fisik cukup berperan dalam mengendalikan prilaku seseorang, misalnya dengan
cara memukul. Kekerasan fisik
biasanya mencerminkan ketidaksabaran seseorang dalam menangani masalah penyimpangan. Kekerasan fisik biasa saja dijalankan sebagai alternatif terakhir dari
pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah mengalami kegagalan. Namun,
pada banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melalui bentuk pengendalian
sosial lain terlebih dahulu.
9.
Ostrasisme
Ostrasisme,yaitu keadaan dimana orang boleh
bekerja sama atau membiarkannya hidup dan bekerja dalam kelompok
tersebut,tetapi tak seorang pun yang mau berbicara dengan nya,bahkan menegurpun
tidak. Orang yang menerima Ostrasisme pasti merasa tidak enak dan menderita
karena tidak seorang pun mau menegur atau berbicara pada nya.Dengan adanya
Ostrasisme tersebut akhirnya seseorang dapat sadar dan mematuhi nilai-nilai dan
norma-norma yang ada dalam masyarakat.
9.
Sosiologi mengatur interaksi manusia, terutama
dalam ruang, waktu dan gerak tubuh.
Bagaimana hubungan
antara tindakan sosial dengan interaksi sosial? Merujuk pada pengertian
tindakan sosial dan interaksi sosial yang telah kita bahas di muka
memperlihatkan dengan jelas bahwa di antara keduanya mempunyai hubungan yang
tidak terpisahkan. Tindakan sosial adalah perbuatan yang dipengaruhi oleh orang
lain untuk mencapai tujuan dan maksud
tertentu, sedangkan interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi sebagai
akibat dari tindakan individu-individu dalam
masyarakat.Tidak semua tindakan yang dilakukan oleh manusia dikatakan sebagai
interaksi sosial. Misalnya tabrakan yang terjadi di jalan raya. Tabrakan itu
bukan merupakan interaksi sosial karena tidak ada aksi dan reaksi. Namun
apabila setelah terjadinya tabrakan itu mereka saling menolong atau justru
saling berkelahi, maka tindakan itu menjadi interaksi sosial. Mengapa? Karena
terjadi hubungan timbal balik yang disebabkan oleh adanya tindakan (aksi) dan
tanggapan (reaksi) antara dua pihak. Tanpa tindakan, tidak mungkin ada
hubungan. Jadi, tindakan merupakan syarat mutlak terbentuknya hubungan timbal
balik atau interaksi sosial.
Oleh karena itu, semua kegiatan
interaksi manusia tanpa kita sadari telah mengikuti semua aturan sosiologi.
Gerak tubuh kita secara alamiah telah mengikuti teori-teori sosiologi.
10.
Dari Berjumpa Sampai Berpisah
Mark L. Knapp membahas berbagai tahap
yang dapat dicapai dalam interaksi. Tahap interaksi yang disebutkannya dapat
kita bagi dalam dua kelompok besar. Tahap yang mendekatkan peserta interaksi,
dan tahap yang menjauhkan mereka. Tahap yang mendekatkan dirinci menjadi tahap
memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying)
dan mempertalikan (bonding).
Tahap dalam proses
peregangan hubungan pun dirinci Knapp. Menurutnya tahap tersebut ialah
membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumsribing), memacetkan
(stagnating), menghindari (avoiding), dam memutuskan (terminating).
Suatu hal yang perlu dikemukakan pula
ialah bahwa Knapp menvisualisasikan tahap interaksi laksana jenjang-jenjang
pada anak tangga. Kita dapat bergerak terus ke atas sampai mencapai puncak anak
tangga (pertalian), kita dapat bergerak terus ke bawah sampai anak tangga
terendah (pemutusan hubungan). Namun kita dapat pula berhenti di satu anak
tangga tanpa bergerak ke atas maupun ke bawah. Jadi riwayat suatu hubungan,
menurut Knapp, laksana riwayat hidup manusia: mengalami tahap kelahiran, masa
remaja, masa dewasa, masa pudar, dan kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar