Juni 29, 2016

電車内の痴漢行為について



痴漢はどういうことか?
痴漢とは女性にみだらないたずらをしかける男のこと。
その意味は元々その行為を行う男の意味であったが、最近では「電車内で女性に痴漢をしたとして訴えられる」というように「痴漢行為」の略の意味でも用いられる。

日本の電車内の痴漢行為の事例:
(2013年4月30日)
和歌山県のこかわ駅から和歌山駅までの電車内で23歳の女性が男,小川(26歳)のとなりに座った。そのとき小川が彼女のスカートに手を入れ、彼女の体を触った。しかし、彼女は何も言わなかった。終着駅で、二人が電車を降りた時、彼女は小川を掴み男を警察署に連行した。

インドネシアの電車内の痴漢行為の事例:
(2015年12月2日)
15歳の女性が「LENTENG AGUNG」駅で降りるため、彼女は男の近くに立った。するとその男は彼女の太腿を触った。彼女は叫びながら電車の警備員に近づき、その男は「LENTENG AGUNG」駅で逮捕された。

日本とインドネシアの電車内の痴漢行為のデータ:
日本で2008年には752件の電車内の痴漢事件が起きている。そして、2009年には、869件の事件が起きている。これらの痴漢は午前8時頃と午後6時頃に起きている。痴漢が多発する電車は東海道線、埼京線,中央線などである。(source: Asosiasi Perkeretaapian Swasta Jepang)
インドネシアでは2015年1月~11月までに13件の電車内の痴漢事件が起きていた。(source: m.kompasiana.com)

なぜこのような犯罪が電車内で起こるのか?
日本人の意見
インドネシア人の意見
飽和状能の人口
ラッシュ時の電車がとても混雑するので、痴漢のチャンスがある
グラビアビデオや青年漫画などに簡単にアクセスできる
グラビアビデオなどに簡単にアクセスできる
日本女性の忍耐強さ
多くの女性がうすくセクシーな服を着ているので男性が誘惑された気分になる

痴漢を防ぐために、どうするか?
日本
インドネシア
罪を重くする(投獄や罰金など)
電車の会社が女性専用車両を設ける
電車の会社が女性専用車両を設ける
それぞれの車両に警備員を配置させる
どこにも(電車、駅、バスなど)「痴漢は犯罪です」という広告をはる
不文律に終わらせる

自分の痴漢の防ぐ方法
日本人の意見
インドネシア人の意見
ラッシュ時に電車に乗らない
女性専用車両に乗る
かばんでお尻をがーどする
女性占領車両に乗らない場合はなるべく女性のそばにいる
上着を腰に巻く
うすくてタイトな服を着ない
スカートの下にショートパンツをはく
混雑する車両は避ける
座る場合でなるべく男性のとなりには座らない

まとめ
日本とインドネシアでは痴漢行為がたくさん起きている。多発する原因は、ラッシュー時の電車がとても混雑するので、そのチャンスがあるからだ。また、インターネットなどで、グラビアビデオやポルノなどが簡単にアクセスでき、男がみだらなイメージを持ちやすくなっているからだ。
ただ、痴漢の防ぐ方法から、日本人とインドネシア人の意見の違いが見える。日本人の意見は痴漢は100%男のせいだ。方で、インドネシア人の意見は、痴漢は男と女のせいだ。なぜなら、インドネシアではイスラム教の人がおおぜいいるので、女性はうすくてタイトな服を着ないほうがいいという考えがあるからだ。

[Contoh Proposal Skripsi] Wabi-sabi dalam Chaniwa (Roji)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jepang merupakan negara yang memiliki keindahan alam yang menarik. Orang Jepang merealisasikan keindahan alamnya ke dalam arsiterktur, salah satunya pada arsitektur taman. Keinginan untuk selalu dekat dengan alam, menggiring masyarakat Jepang untuk senantiasa memindahkan alam ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Taman-taman tersebut bukan semata-mata merupakan tiruan wujud alam yang sesungguhnya, melainkan wujud taman yang ditampilkan melalui simbol-simbol yang mewakili gambaran alam semesta yang ingin ditampilkan.

Seni yang ditunjukkan dalam setiap penataan taman selalu menarik perhatian bagi yang melihat. Referensi awal tentang taman Jepang berasal dari abad ketiga belas dan ini dapat diasumsikan, karena pengaruh sejarah China pada Jepang, bahwa banyak elemen desain taman Jepang berasal dari taman-taman di Cina. Setelah abad keempat belas, Jepang berkembang pesat sebagai budaya di bawah kondisi dan pengaruh yang berbeda, yang dimana hal ini menyebabkan perkembangan dari tiga jenis taman yang berbeda di Jepang. Dalam buku yang berjudul The Art of The Japanese Garden, David dan Michiko Young mengatakan :

“Secara tradisional, taman Jepang telah disusun dalam tiga jenis: pemandangan alam (shizen fuukeishiki) kebun yang mewakili alam dengan kolam buatan dan bukit-bukit, batu dan tumbuhan; lanskap kering (Karesansui) kebun yang menyarankan pemandangan alam dengan batu, kerikil, dan pasir; dan kebun upacara minum teh (chaniwa) yang terdiri jalur taman (roji) yang mengarah ke rumah minum”.(1)

Chaniwa berasal dari huruf kanji cha (,teh) dan niwa (,kebun). Taman ini dibuat pertama kali pada abad ke empat belas bersamaan dengan pengenalan chanoyu atau chadou (茶道, jalan teh). Chaniwa adalah taman kecil yang dilengkapi jalan-jalan setapak yang dibangun di sekeliling rumah teh (chasitsu(2)).

Taman teh yang secara bahasa diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang menjadi chaniwa memiliki istilah tersendiri yakni roji, yang berarti jalan embun atau daratan embun. Suasana damai dan tenang dalam roji dapat menimbulkan atmosfir pada suasana hati tiap peserta chanoyu yang melewati roji tersebut. Roji memiliki pemandangan berupa pepohonan dengan semak belukar dan tanaman hijau serta pakis dan tanah yang tertutup oleh lumut. Ornamen berupa tanaman yang ada di roji adalah jenis tanaman hijau seperti jenis pakis dan lumut. Saat berada di taman ini, para tamu menggunakan bakiak kayu, melangkah di tobi-ishi (batu pijakan) dan nobedan (jalan setapak).

Tergantung dari luas lahan yang akan dibangun menjadi taman teh, roji pada umumnya terdiri dari satu atau dua bagian. Roji yang  memiliki dua bagian, soto-roji dan uchi-roji, tiap bagiannya dipisahkan oleh gerbang kecil yang disebut dengan chumon. Taman bagian luar (soto-roji) adalah ruang tunggu para tamu sebelum memasuki rumah teh, dan taman bagian dalam (uchi-roji) adalah area rumah teh. Berikut adalah contoh denah roji.

cha-roji1.gif
(gambar dari Jyutaku no Naniwa)

Kebun teh, chaniwa, merupakan lorong peristiwa, ruang di mana pengunjung harus melanjutkan secara fisik, secara estetis mengalami pelepasan bertahap terhadap kekhawatiran dunia, sementara mereka berjalan menuju rumah teh. Hal tersebut dikaitkan sebagai salah satu aliran dari ajaran Buddhisme Zen. Lalu dari awal inilah bahwa dalam hubungannya dengan pengaruh Buddhisme Zen, taman jenis ini dikembangkan.

Zen sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat di Jepang, seperti dalam seni lukis, keramik, puisi serta upacara-upacara dan festival. Selain itu Zen juga mempengaruhi arsitektur taman Jepang. Konsep Zen dalam taman bergantung dari taman yang dibuat, taman karesansui memiliki makna dan konsep Zen yang berbeda dengan konsep Zen dalam roji. Melalui tulisan ini, Penulis akan menganalisis konsep Zen dalam roji. Konsep yang digunakan  adalah wabi-sabi.

Pengertian wabi-sabi sangatlah luas karena dapat diartikan dalam berbagai bidang ataupun seni, mulai dari arsitektur, makanan, lukisan, keramik hingga cara hidup samurai. Menurut Davies dan Ikeno,wabi-sabi adalah suatu ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu wabi dan sabi , meskipun demikian unsur-unsurnya saling memiliki hubungan terkait. Wabi adalah suatu keindahan dan prinsip moral yang menekankan pada kesederhanaan, kecantikan dan suatu keadaan yang tenang. Sedangkan Sabi berasal dari kata sifat sabishii yaitu ketenangan, kelengangan dan kecantikan(3).

Contoh dalam taman adalah pada roji, menurut Engel (1959 : 21) sabi yang berarti kesunyian dan bisa juga berarti tua (sesuatu yang berumur), ditunjukkan dengan adanya lumut di tanah, tobi-ishi (batu pijakan), tsukubai (wadah air) ataupun pada ishi-doro (lentera(4)).

B.     Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaplikasian nilai wabi-sabi dalam penataan taman chaniwa?

C.     Ruang Lingkup Penelitian
Pengaplikasian nilai wabi-sabi terdapat pada hampir semua jenis taman Jepang. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis hanya memfokuskan nilai wabi-sabi pada taman jenis chaniwa.

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaplikasian nilai wabi-sabi dalam penataan taman chaniwa di Jepang.

E.     Hipotesa
Pengaplikasian nilai wabi-sabi dalam penataan taman chaniwa di Jepang dapat dilihat pada unsur-unsur taman chaniwa, seperti pada adanya lumut di tanah, tobi-ishi (batu pijakan), tsukubai (wadah air) ataupun pada ishi-doro (lentera).



F.      Daftar Pustaka

Jurnal: Konsep Zen dalam Chaniwa, Universitas Binus, 2007
Davies & Ikeno. 2002. The Japanese Mind. U.S.A : Tuttle Publishing
Engel, David. 1959. Japanese Gardens for Today: A Practical Handbook.
Young, David dan Michiko. 2005. The Art of Japanese Garden. Singapore: Tuttle Publishing

[Contoh Tesis] Analisis Nilai Uchi-Soto pada Kehidupan seorang Himono Onna dalam Drama Hotaru no Hikari



1.    PENDAHULUAN
Manusia sebagai mahluk sosial tentunya memerlukan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Sedari dulu, manusia sebagai mahluk sosial hidup dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut dibagi dalam dua jenis, ada kelompok besar dan kelompok kecil.
Masyarakat Jepang mengenal dua istilah kelompok manusia dalam kehidupannya, yakni Uchi dan Soto. Uchi dapat didefinisikan sebagai (1) bagian dalam, (2) rumah saya, (3) kelompok saya, dan (4) istri saya atau suami saya(1). Sebaliknya, Soto berarti (1) bagian luar, (2) luar ruangan, (3) kelompok lain, dan (4) di luar rumah(2).
Meskipun hal seperti ini terlihat biasa saja di mata masyarakat luas, namun bagi orang Jepang, kedua istilah ini memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana cara bersikap. Cara berperilaku orang Jepang bergantung pada situasi dimana ia berada. Maksudnya adalah, perilaku seseorang tergantung dari situasi apakah dia sedang berada dalam kelompoknya (uchi) atau ia sedang berada di luar kelompoknya (soto).
Selain cara bersikap dan berperilaku, penggunaan bahasa pun (formal atau informal) juga melihat situasi dalam kelompok manakah seorang individu sedang berada. Orang Jepang akan menggunakan bahasa yang sopan dan terkesan menutupi perasaan atau maksud sebenarnya dari perkataannya saat sedang berada di luar kelompoknya. Dan sebaliknya, orang Jepang akan merasa bebas mengungkapkan perasaanya saat sedang berada di sekitar kelompoknya sendiri.
Contohnya, saat seorang mahasiswa ditanya oleh dosennya tentang proses penulisan skripsinya, mahasiswa itu tidak akan berkata “sudah selesai” atau ”belum selesai”, biasanya mahasiswa itu akan memberikan jawaban yang terkesan ‘menggantung’. Namun saat ia ditanya oleh temannya, maka ia akan dapat dengan leluasa mengatakan “belum” atau “sudah selesai”.
Tentu saja masyarakat Jepang terkenal dengan keformalan, kekakuan dan kesopanan dalam cara berbahasanya. Karena itulah dalam bahasa Jepang terdapat Sonkei-go yang biasanya digunakan oleh bawahan saat berbicara kepada atasannya.
Perbedaan kontras antara perilaku di dalam Uchi  dan Soto sudah hampir tidak terlihat lagi saat ini di Jepang. Oleh karena itu melalui tulisan ini, Penulis merasa tertarik untuk mencoba mencari nilai konsep Uchi-Soto pada kehidupan seorang Himono Onna yang terdapat di dalam drama Hotaru No Hikari  (Glow of  a Fireflies).
Dalam pembuatan tulisan ini, penulis menggunakan metode kajian kepustakaan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, sedangkan pada saat mengkaji data, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikasikan data serta memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data-data tersebut, kemudian menganalisis data-data yang telah diperoleh.
2.    PEMBAHASAN
Secara harfiah, Himono berarti ikan kering (dried fish), dan Onna berarti wanita. Himono Onna bila diartikan secara langsung menjadi “Wanita Ikan Kering”. Himono Onna adalah seorang wanita, biasanya berumur di akhir 20 tahunan atau lebih tua yang telah menyerah pada hubungan cinta dan seks. (http://urbandictionary.com/define.php?term=himono-onna/ )
Istilah Himono Onna berasal dari serial drama Hotaru no Hikari” yang kisahnya diangkat dari  serial Manga yang berjudul sama. Serial drama ini ditayangkan di Jepang pada Juli 2007 (season  1) dan Juli 2010 (season 2). Oleh karena itu istilah ini pun telah digunakan oleh masyarakat  Jepang sejak tahun 2007.
Himono Onna digambarkan sebagai sosok wanita Jepang yang memiliki dua kepribadian. Saat di luar rumah (di kantor atau saat sedang berjalan-jalan) ia dikenal sebagai wanita yang rapi, cantik dan menarik, tetapi saat di rumahnya sendiri semua penilaian itu akan hilang. (http://japanesestation.com/inilah-fenomena-himono-onna-wanita-ikan-kering-di-jepang/ )

Dia akan berubah menjadi wanita yang berantakan, tidak memperhatikan penampilan, rambut diikat asal, memakai celana training dan hanya tidur-tiduran sambil ngemil di depan televisi. Begitu jam pulang kerja, Himono Onna akan langsung pulang ke rumahnya dan tidak hang-out bersama teman-temannya atau mencoba kencan buta seperti para wanita seusianya. Saat di rumah, wanita Jepang ini juga tidak membereskan tempat tinggalnya. Ia hanya akan makan snack dan minum beer sambil tiduran di depan televisi.
2.1                       Sinopsis Drama Hotaru No Hikari

Tokoh utama dalam drama Hotaru No Hikari adalah seorang gadis berusia 29 tahun yang bernama Amemiya Hotaru. Amemiya dikenal sebagai seorang gadis yang cantik, menarik, ramah dan cekatan di kalangan rekan-rekan kantornya. Ia tinggal sendiri di sebuah rumah yang ia sewa dari seorang kakek-kakek di kota. Amemiya baru beberapa bulan menjadi seorang karyawan tetap di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang interior design.

Di tempatnya bekerja, Amemiya selalu berpakaian rapi dan memakai make up meskipun tidak tebal. Ia juga berhasil membuat seorang karyawan baru, Teshima Makoto, jatuh cinta padanya hanya pada pertemuan pertama. Namun, dibalik itu semua sosok Amemiya di luar rumah dan di dalam rumahnya sangatlah berbeda(4).

Begitu pulang ke rumah, Amemiya akan mengganti pakaian bekerjanya dengan kaus belel dan celana training kebesaran serta mengikat satu rambutnya di atas kepala. Lalu ia akan bersantai, bermalas-malasan sambil makan snack  dan minum beer kalengan. Rumahnya pun jauh dari kata bersih dan rapi. Semua barang tergeletak begitu saja tanpa diatur dan debu tebal dimana-mana.

Selain cara berpakaian, cara berbicara pun akan berubah. Di rumahnya, ia senang berbicara sendiri ataupun mengajak kucingnya berbicara dan menggunakan ‘bahasa bayi’ (gaya bahasa yang dibuat imut contohnya menyebut “susu” menjadi “cucu”). Amemiya benar-benar menjadi sosok orang lain ketika di rumah. Dan Amemiya pun telah memutuskan bahwa ia tidak akan jatuh cinta pada sosok pria manapun karena ia tidak percaya pada cinta.

Suatu hari saat Amemiya sedang menikmati tidurnya di hari libur, ada seorang pria yang masuk ke rumahnya tanpa permisi. Dan ternyata pria itu adalah Takano Seiichi, Buchou (manajer) di kantornya. Takano terpaksa pergi dari apartemen mewahnya karena sedang bertengkar hebat dengan istrinya, lalu ia memutuskan untuk tinggal di rumah orangtuanya yang tanpa ia ketahui ternyata telah ditinggali oleh Amemiya.

Pada awalnya Takano sangat bingung dengan perbedaan kontras sosok Amemiya saat di kantor dan di rumah. Ia juga memaksa Amemiya untuk mencari tempat tinggal lain karena ia ingin tinggal sendiri di sana. Namun lama kelamaan ia bisa memaklumi gaya hidup Amemiya dan mereka tinggal bersama di bawah satu atap.

Istilah Himono Onna adalah ungkapan yang diberikan oleh sang Buchou kepada Amemiya. Pada episode 1 season 1 drama Hotaru no Hikari, saat Takano memutuskan untuk tinggal bersama Amemiya, Takano mengatakan bahwa Amemiya adalah seorang Himono Onna. Berikut dialognya;

Takano                      : “Ayo tinggal bersama”
Amemiya                   : “Eh?”
Takano                      : “Aku sudah memutuskan kau boleh tinggal disini”
Amemiya                   : “Buchou.... Tapi kau bilang kau tidak bisa
                                       Tinggal  dengan wanita selain istrimu”
Takano                      : “Aku sudah memutuskan kau bisa tinggal
                                       bersamaku, karena kau bukan wanita. Ya! Kau
                                       bukan wanita,  melainkan Himono Onna
Amemiya                  : “He? Himono Onna?” (dengan nada terkejut)
Takano                        : “Hidupmu sangat berantakan, tidak
                                       Memperhatikan penampilan, tidak memiliki
                                       keanggunan sedikit pun, setiap saat hanya
                                       minum Beer. Kau juga sudah pasrah
                                       dengan kehidupan asmaramu meskipun kau
                                       masih muda. Hidupmu sudah kering (dry)
                                       sebagai wanita, seperti Himono



2.2                       Analisis Konsep Uchi-Soto dalam Drama
Tokoh Amemiya merupakan karyawan bawahan dari Takano Seiichi yang merupakan manajer di perusahaan tempatnya bekerja. Meskipun mereka telah tinggal bersama di bawah satu atap, namun saat di kantor mereka tetap menggunakan bahasa formal saat bertemu dan berbicara. Amemiya juga menampilkan sikap hormat kepada atasannya tersebut di dalam kantor.
Berbeda saat di rumah, Amemiya sudah menganggap Takano, manajernya, sebagai bagian dari uchi-nya. Ini dapat terlihat dengan sikapnya yang tidak menutup-nutupi gaya hidup aslinya kepada sang manajer dengan tetap mengenakan pakaian ‘kebangsaanya’ yaitu kaus belel dan celana training kebesarannya dan tetap mengikat rambutnya asal-asalan. Selain itu Amemiya pun tidak malu-malu kepada sang manajer dan menceritakan semua keluh kesahnya dan berbagi cerita masa kecilnya kepada Takano.
Dari segi pemakaian bahasa, saat di kantor Amemiya menggunakan bahasa formal kepada Takano. Sedangkan saat di rumah, Amemiya menggunakan bahasa informal dan menganggap Takano seperti teman sebayanya. Tak jarang Amemiya kembali menggunakan ‘bahasa bayi’nya saat menjawab perkataan-perkataan Takano.
Berikut contoh kata-kata yang diucapkan oleh Amemiya kepada Takano.
Takano     : “Apa di rumah ini tidak ada cangkir?”
Amemiya : “Ha’i, arinsu*!
*arinsu adalah bentuk variasi dari arimasu yang digunakan oleh kalangan wanita prostitusi di distrik Yoshiwara pada zaman Edo.
Saat Amemiya akan makan malam bersama Takano di rumah, ia mengucapkan “Itadakimamboo**!”.
** Penulis merasa Amemiya memainkan kata Itadakimasu disini.
Dan saat Amemiya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Takano saat di rumah iya kembali memainkan kata seperti “Ha’i” menjadi “Ha’i-yo!

3.    KESIMPULAN
Dalam drama Hotaru No Hikari ini, ada sebuah fenomena yang muncul di Jepang, yaitu Himono Onna. Himono Onna adalah seorang wanita, biasanya berumur di akhir 20 tahunan atau lebih tua yang telah menyerah pada hubungan cinta dan seks.
Himono Onna digambarkan sebagai sosok wanita Jepang yang memiliki dua kepribadian. Saat di luar rumah (di kantor atau saat sedang berjalan-jalan) ia dikenal sebagai wanita yang rapi, cantik dan menarik, tetapi saat di rumahnya sendiri semua penilaian itu akan hilang.
Dalam cerita drama ini, Amemiya yang merupakan seorang Office Lady dan merupakan karyawan bawahan dari sang manajer, Takano Seichii, terpaksa tinggal bersama di bawah satu atap karena suatu insiden.
Saat berada di luar rumah (soto) Amemiya akan bersikap hormat, sopan dan menggunakan bahasa formal saat berbicara dengan sang manajer. Namun saat di rumahnya (uchi) Amemiya akan bersikap semaunya, mengekspresikan perasaannya dengan bebas dan bahkan menggunakan bahasa informal yang terkadang aneh kepada Takano. Semua itu dilakukan Amemiya karena Takano adalah bagian dari uchi-nya.
Menurut pendapat saya, fenomena ini dapat terjadi di Jepang karena para wanita mendapat tuntutan yang cukup kuat dari lingkungan di sekitarnya. Para wanita memiliki tekanan untuk selalu tampil cantik, langsing dan menarik, sedangkan pekerjaan mereka di kantor pun telah membuat stress. Karena hal itulah mereka melampiaskannya di rumah dengan bersikap semaunya.
Himono onna berbeda dengan Parasito Singguru (Parasite Single) , karena biasanya para wanita ini tinggal sendiri di kota dan jauh dari orangtua sehingga mereka bebas melakukan semuanya sendiri.

4.      DAFTAR PUSTAKA




Davies and Ikeno (2002) The Japanese Mind, p. 217